Risalah
tentang Tasawuf
Ketahuilah bahwa Allah ta'ala telah memberi petunjuk kepada kita semua. Sesungguhnya seluruh kebaikan itu berasal dari tiga perkara:
Pertama, membenarkan ke-Esa-an Allah (tauhid) serta mempelajarinya secara global. Kedua, menguatkan diri secara lahir dan batin dengan ajaran syariat (fiqh) yang mulia.
Ketiga, memohon pertolongan untuk menjalankan keduanya dengan bersifat wira'i (menjauhi hal-hal yang tidak berguna) dan riyadhoh (melatih diri) dengan menjauh dari keramaian manusia (yang negatif), meminimalkan makan, mengurangi perkataan, dan mengurangi tidur.
Yang dimaksud tauhid adalah mengetahui dan meyakini bahwa Allah itu Maha Wujud (Ada) dan MahaSaya memulai tulisan ini dengan menyebut Nama Allah yang Maha Pengasih di dunia dan Maha Penyayang di akhirat. Saya memuji kepada Allah SWT yang merajai seluruh alam. Semoga rahmat ta'dzim selalu terlimpahkan kepada pemberi petunjuk dan junjungan kita, Nabi Agung Muhammad SAW beserta keluarganya.
Setelah membaca basmalah, hamdalah, dan shalawat, di sini saya akan menerangkan nasihat yang terangkum dalam empat bab.
Pertama, setelah Nabi Muhammad SAW diutus di muka dunia ini, maka semuanya mengetahui akan agama Islam. Dalam AlQur'an disebutkan:
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi. (QS. Ali Imran :85)
Jadi orang yang memeluk agama selain Islam, tidak akan diterima agamanya. Mereka bukanlah ahli surga melainkan ahli neraka.
Kedua, mengenai rukun Islam. Disebutkan dalam kitab Mukhtar al- Imam Muslim, bahwasannya Nabi SAW menegaskan agama Islam terbangun atas lima pondasi, yakni (1) dua kalimat syahadat yang berbunyi: (2) Menegakkan shalat lima waktu. (3) Menyalurkan zakat jika memiliki barang yang wajib dizakati. (4) Berpuasa di bulan suci Ramadhan. (5) Naik haji ke Baitullah bila mampu.
Ketiga, rukun Iman. Nabi Muhammad SA W menjelaskan, bahwa rukun Iman itu ada enam; Percaya kepada Allah SWT, para malaikat, kitab-kitab Allah, percaya kepada para Rasul, adanya hari kiamat, dan qadar Allah; baik dan buruk.
Keempat, marilah kita renungkan kembali wasiat Nabi kepada sahabat Abi Darda' ra. Imam Bukhari dalam salah satu karyanya yang berjudul Adab AI-Mufrad menceritakan: Suatu ketika Nabi SAW berwasiat kepada sahabatnya, "Wahai Abu Darda', janganlah kamu menyekutukan Allah SWT sekalipun anggota tubuhmu dipotong dan dibakar. Janganlah meninggalkan shalat lima waktu. Jika ada orang yang meninggalkan shalat, maka kelak pada hari kiamat saya tidak menanggung keselamatannya.
Janganlah kamu meminum minuman yang memabukkan, sebab itu adalah biang dari segala dosa. Patuhlah kamu kepada kedua orangtuamu, meskipun mereka meminta semua harta yang kau miliki. Janganlah bertengkar dengan semua orang, terutama yang telah merawatmu, juga orang-orang yang berkuasa."
Janganlah kamu meminum minuman yang memabukkan, sebab itu adalah biang dari segala dosa. Patuhlah kamu kepada kedua orangtuamu, meskipun mereka meminta semua harta yang kau miliki. Janganlah bertengkar dengan semua orang, terutama yang telah merawatmu, juga orang-orang yang berkuasa."
Maka dari itu wahai Saudara laksanakanlah shalat lima waktu agar selamat dari neraka. Sebab orang yang masuk neraka amatlah pedih merasakan siksa. Dalam kitab hadits Sunan Ibnu Majah disebutkan, Nabi SAW bersabda: "Api neraka dinyalakan selama seribu tahun sehingga berwarna putih. Lalu dinyalakan lagi selama seribu tahun sehingga warnanya menjadi merah. Kemudian dinyalakan kembali selama seribu tahun sehingga warnanya berubah hitam layaknya kegelapan langit saat malam hari. Di dalam neraka terdapat banyak ular, kalajengkeng, kelabang yang besarnya menyerupai pohon jambe, semuanya siap menyengat orang yang tidak mengerjakan shalat, agar mereka bisa masuk surga. Sedangkan orang yang di surga merasa senang selamanya."
Disebutkan pula dalam kitab Shahih Muslim Nabi SAW bersabda: "Ketika semua penghuni surga telah masuk su~ga, Allah memerintahkan malaikat menyampaikan kabar kepada ahli surga. Malaikat berkata: "Wahai para penghuni surga, kalian semua diberi kesehatan dan tidakakan sakit selamanya. Kalian akan hidup dan tidak akan mati selamanya. Kalian akan tetap muda dan tak akan tua selamanya. Kalian diberi nikmat, kesenangan, tidak miskin dan tidak resah."
Kelak semua orang mukmin di surga, akan diberi rumah yang panjangnya mencapai 60 km. Seluruhnya terbuat dari intan murni (bukan campurkan). Di dalamnya terdapat banyak ranjang, dan setiap ranjang ditempati para bidadari tantik jelita. Wallahu A'lam.
Cerita ini adalah benar dan nyata, diambil dari hadits-hadits shahih. Barang siapa yang merasa ragu atau tidak percaya, maka bukanlah termasuk dari golongan orang-orang mukmin. (Abdullah/tbi.org Wahid (Esa). (Abdullah/tbi.org)
IMAN adalah percaya dan mantapnya hati kepada Nabi Muhammad SAW dalam segala hal yang telah didatangkan Allah untuknya. Baik dalam perkara agama yang bernuansa i'tikad, seperti Kemahaesaan Allah, atau yang berupa amal lahiriah seperti kewajiban melaksanakan shalat lima waktu. Semuanya itu disertai rasa lapang dada dan ridha menerimanya. Sedangkan syarat sahnya iman adalah mengucapkan dua kalimat syahadat.
Adapun Iman itu sendiri memiliki enam rukun. Pertama, percaya bahwa Allah SWT Maha Esa dan Maha Tetap, tidak berubah ubah. Kedua, percaya adanya Malaikat. Ketiga, percaya kepada kitab-kitab yang diturunkan kepada para Nabi dan Rasul. Keempat, percaya kepada seluruh Nabi dan Rasul serta tidak membedakan mereka. Kelima, percaya akan hari akhir (kiamat). Keenam, percaya kepada qadar, baik dan buruk dari Allah.
ISLAM, adalah sikap menerima kepada semua perintah dan larangan. Islam memiliki lima rukun; pertama mengucapkan dua kalimat syahadat serta mengetahui maknanya. Kedua, melaksanakan shalat lima waktu dalam sehari sesuai syarat dan rukunnya. Ketiga, puasa satu bulan penuh di bulan Ramadhan pada setiap tahunnya. Saat berpuasa, kita harus menjaga diri dari perkara-perkara yang dapat membatalkan puasa sejak terbitnya fajar shadiq hingga ternggelamnya matahari. Keempat, menyalurkan zakat bagi yang berkewajiban mengeluarkannnya, kepada mereka yang berhak menerima. Kelima, menunaikan haji ke Baitullah bagi yang mampu, baik mampu secara fisik maupun perbekalan.
Antara iman dan Islam harus menyatu. Artinya tidak boleh terpisah. Jadi, jika Islam tidak dibarengi dengan iman maka Islam itu ditolak. Begitu pula Iman yang tanpa Islam, tidak akan selamat dari berbagai kerusakan.
Wallahu A'lam
Berikut ini penjelasan
tentang apa yang dimaksud dengan makrifat, syariat, thariqah, dan hakekat,
sebagaimana yang dijelaskan oleh Syekh Qadhi al-Qudhat Zakariya al-Anshari
ra. dalam kitabnya, Syarah Risalah al-Qusyariyah.
MAKRIFAT: Yang dimaksud makrifat adalah mantapnya
hati akan adanya Allah SWT dengan segala sifat kesempurnaan. Serta
mempercayai bahwa Allah sama sekali tidak memiliki kekurangan, sebagaimana
keterangan dari dalil aqli dan naqli yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW.
SYARIAT: Yang dikehendaki dengan Syariat adalah
mengetahui segala hukum Islam, seperti hukum wajib, haram, sunnah, makruh,
mubah, sahih, dan batal; serta menjalankan perintahNya, seperti shalat lima
waktu; dan menjauhi segala apa yang dilarang seperti zina, dsb
THARIQAT: Thariqat adalah menjalankan syariat degan
waspada, hati-hati. Artinya menjaga dengan konsisten untuk mengerjakan
perintah Allah meskipun itu hukumnya sunnah dan menjauhi larangan sekalipun
hukumnya makruh, serta menjauhi perkara yang subhat (masih samar antara halal
dan haramnya).
HAQIQAT: Yang dimaksud haqiqat adalah pandangan
mata hati terhadap ke-Maha Esa-an Allah SWT. Tidak melihat semua yang ada
kecuali hanya Allah semata. Dan merasakan betapa Maha Kuasanya Allah yang
telah menciptakan semua makhluk. Orang yang mencapai tingkatan semacam ini
disebut tingkatan ihsan. Sebagaimana penggalan hadits yang berbunyi:
ان تعبد الله كانه تراه
"(Ihsan
ialah) engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya"
Bila
diibaratkan, syariat adalah kulit (dhahir) dari hakikat. Sedangkan Hakikat
adalah isi (batin) dari syariat. Walhasil, antara keduanya harus menyatu,
tidak boleh terpisah-pisah. Bila ada syariat yang tidak disertai hakekat,
maka syariat tersebut tidak diterima di sisi Allah. Begitu pula apabila
hakikat tidak bersamaan dengan syariat, maka hakikat tersebut sesat, tidak
menghasilkan manfaat. Hakikat bisa disamakan dengan kerangka sedangkan
syariat adalah bentuk. Hakikat amat berpengaruh pada anggota batin. Sedangkan
syariat bagian dhahirnya. Jadi, orang yang tidak memiliki hakikat berarti dia
tidak punya syariat. Begitu pula sebaliknya, orang yang tidak memiliki
syariat maka tidak memiliki hakikat.
***
Ketika
kita membaca surat al-Fatihah ayat kelima: إِيَّاكَ نَعْبُدُ (hanya
kepada-Mu kami menyembah), artinya tidak ada yang disembah kecuali Allah
sehingga kita harus menjaga syariat.
Sedangkan
ayat selanjutnya وإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ (hanya kepada-Mu kami
meminta pertolongan), itu adalah ikrar dari pada hakikat. Sebab kita merasa
tidak dapat berbuat apa-apa kecuali jika mendapat pertolongan dari Allah SWT.
(*)
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar